2.1.
Pengetian Urinalisis
Urinalisis
adalah tes yang dilakukan pada sampel urin pasien untuk tujuan diagnosis
infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis
penyakit ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan
tekanan darah tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.
Urinalisis
adalah pemeriksaan urine (air seni) untuk mendeteksi dan mengukur berbagai
macam zat yang keluar melalui urin. Bentuknya bisa berupa urinalisis rutin (wet urinalysis), urinalisis khusus (sitologi), atau reagen dipstick.
Pada urinalisis rutin terdapat beberapa
pemeriksaan :
1. Evaluasi
spesimen
2. Pemeriksaan
makroskopik
3. Pemeriksaan
konvensional
4. Pemeriksaan
kimia stick
5. Pemeriksaan
mikroskopik
Komposisi
normal urine secara umum adalah :
»
Kimiawi :
~
Ureum > 1000 mg/dl
(35Xserum)
~
Kreatinin > 50 mg/dl (
70Xserum)
~
NaCl
~
As. Urat
~
Sedikit : Protein,
Fosfat, Sitrat
»
Seluler:
Sedikit Eri, Leko, Epitel,Silinder fisiologis,
Kristal
Sedangkan urinalisis sitologi adalah
pemeriksaan urine untuk adanya sel kanker pada ginjal dan pada saluran kencing.
Pemeriksaan ini berguna sebagai skrining pada orang yang beresiko besar terkena
kanker dan sebagai follow up setelah dilakukan pembedahan tumor ginjal.
Terakhir, reagen dipstick merupakan
pemeriksaan urine skrining dengan menggunakan semacam kertas kecil yang akan
berubah warna bila terkena zat yang terkandung dalam urin.
2.2. Spesimen
Urinalisis
yang akurat dipengaruhi oleh spesimen yang berkualitas. Sekresi vagina,
perineum dan uretra pada wanita, dan kontaminan uretra pada pria dapat
mengurangi mutu temuan laboratorium. Mukus, protein, sel, epitel, dan
mikroorganisme masuk ke dalam sistem urine dari uretra dan jaringan sekitarnya.
Oleh karena itu pasien perlu diberitahu agar membuang beberapa millimeter
pertama urine sebelum mulai menampung urine. Pasien perlu membersihkan daerah
genital sebelum berkemih. Wanita yang sedang haid harus memasukkan tampon yang
bersih sebelum menampung specimen. Kadang-kadang diperlukan kateterisasi untuk
memperoleh spesimen yang tidak tercemar.
Meskipun
urine yang diambil secara acak (random) atau urine sewaktu cukup bagus untuk
pemeriksaan, namun urine pertama pagi hari adalah yang paling bagus. Urine satu
malam mencerminkan periode tanpa asupan cairan yang lama, sehingga unsure-unsur
yang terbentuk mengalami pemekatan.
Gunakan
wadah yang bersih untuk menampung spesimen urin. Hindari sinar matahari
langsung pada waktu menangani spesimen urin. Jangan gunakan urin yang
mengandung antiseptic
Lakukan
pemeriksaan dalam waktu satu jam setelah buang air kecil. Penundaan pemeriksaan
terhadap spesimen urine harus dihindari karena dapat mengurangi validitas
hasil. Analisis harus dilakukan selambat-lambatnya 4 jam setelah pengambilan
spesimen. Dampak dari penundaan pemeriksan antara lain : unsur-unsur berbentuk
dalam sedimen mulai mengalami kerusakan dalam 2 jam, urat dan fosfat yang
semula larut dapat mengendap sehingga mengaburkan pemeriksaan mikroskopik
elemen lain, bilirubin dan urobilinogen dapat mengalami oksidasi bila terpajan
sinar matahari, bakteri berkembangbiak dan dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
mikrobiologik dan pH, glukosa mungkin turun, dan badan keton, jika ada, akan
menguap.
2.3. Pemeriksaan
Makroskopik
Urinalisis
dimulai dengan mengamati penampakan makroskopik : warna dan kekeruhan. Urine
normal yang baru dikeluarkan tampak jernih sampai sedikit berkabut dan berwarna
kuning oleh pigmen urokrom dan urobilin. Intensitas warna sesuai dengan
konsentrasi urine; urine encer hampir tidak berwarna, urine pekat berwarna kuning
tua atau sawo matang. Kekeruhan biasanya terjadi karena kristalisasi atau
pengendapan urat (dalam urine asam) atau fosfat (dalam urine basa). Kekeruhan
juga bisa disebabkan oleh bahan selular berlebihan atau protein dalam urin.
Volume
urine normal adalah 750-2.000 ml/24hr. Pengukuran volume ini pada pengambilan
acak (random) tidak relevan. Karena itu pengukuran volume harus dilakukan
secara berjangka selama 24 jam untuk memperoleh hasil yang akurat.
Kelainan
pada warna, kejernihan, dan kekeruhan dapat mengindikasikan kemungkinan adanya
infeksi, dehidrasi, darah di urin (hematuria), penyakit hati, kerusakan otot
atau eritrosit dalam tubuh. Obat-obatan tertentu juga dapat mengubah warna
urin. Kencing berbusa sangat mungkin mewakili jumlah besar protein dalam urin
(proteinuria).
Beberapa
keadaan yang menyebabkan warna urine adalah :
»
Merah :
Penyebab patologik : hemoglobin, mioglobin, porfobilinogen, porfirin. Penyebab
nonpatologik : banyak macam obat dan zat warna, bit, rhubab (kelembak), senna.
»
Oranye : Penyebab
patologik : pigmen empedu. Penyebab nonpatologik : obat untuk infeksi saliran
kemih (piridium), obat lain termasuk fenotiazin.
»
Kuning :
Penyebab patologik : urine yang sangat pekat, bilirubin, urobilin. Penyebab
nonpatologik : wotel, fenasetin, cascara, nitrofurantoin.
»
Hijau :
Penyebab patologik : biliverdin, bakteri (terutama Pseudomonas). Penyebab
nonpatologik : preparat vitamin, obat psikoaktif, diuretik.
»
Biru :
tidak ada penyebab patologik. Pengaruh obat : diuretik, nitrofuran.
»
Coklat :
Penyebab patologik : hematin asam, mioglobin, pigmen empedu. Pengaruh obat :
levodopa, nitrofuran, beberapa obat sulfa.
»
Hitam atau hitam
kecoklatan : Penyebab patologik : melanin, asam homogentisat, indikans,
urobilinogen, methemoglobin. Pengaruh obat : levodopa, cascara, kompleks besi,
fenol.
2.4. Analisis Dipstick
Dipstick
adalah strip reagen berupa strip plastik tipis yang ditempeli kertas seluloid
yang mengandung bahan kimia tertentu sesuai jenis parameter yang akan
diperiksa. Urine Dip merupakan analisis kimia cepat untuk mendiagnosa berbagai
penyakit. Uji kimia yang tersedia pada reagen strip umumnya adalah : glukosa,
protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, darah, keton, nitrit, dan
leukosit esterase.
2.5. Prosedur Tes
Ambil
hanya sebanyak strip yang diperlukan dari wadah dan segera tutup wadah.
Celupkan strip reagen sepenuhnya ke dalam urin selama dua detik. Hilangkan
kelebihan urine dengan menyentuhkan strip di tepi wadah spesimen atau dengan
meletakkan strip di atas secarik kertas tisu. Perubahan warna diinterpretasikan
dengan membandingkannya dengan skala warna rujukan, yang biasanya ditempel pada
botol/wadah reagen strip. Perhatikan waktu reaksi untuk setiap item. Hasil
pembacaan mungkin tidak akurat jika membaca terlalu cepat atau terlalu lambat,
atau jika pencahayaan kurang. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis
lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual.
Pemakaian
reagen strip haruslah dilakukan secara hati-hati. Oleh karena itu harus
diperhatikan cara kerja dan batas waktu pembacaan. Setiap habis mengambil 1
batang reagen strip, botol/wadah harus segera ditutup kembali dengan rapat,
agar terlindung dari kelembaban, sinar, dan uap kimia. Setiap strip harus
diamati sebelum digunakan untuk memastikan bahwa tidak ada perubahan warna.
Kurang
dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin
(kurang dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi
karena nilai ambang ginjal terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang
menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes mellitus. Namun, glukosuria dapat
terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena
itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes
mellitus.
Untuk
pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim glukosa oksidase (GOD),
peroksidase (POD) dan zat warna.
2.7. Protein
Biasanya,
hanya sebagian kecil protein plasma disaring di glomerulus yang diserap oleh
tubulus ginjal. Normal ekskresi protein urine biasanya tidak melebihi 150 mg/24
jam atau 10 mg/dl dalam setiap satu spesimen. Lebih dari 10 mg/ml didefinisikan
sebagai proteinuria. Sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu sehat
karena perubahan fisiologis. Selama olah raga, stres atau diet yang tidak
seimbang dengan daging dapat menyebabkan protein dalam jumlah yang signifikan
muncul dalam urin. Pra-menstruasi dan mandi air panas juga dapat menyebabkan
jumlah protein tinggi. Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin.
Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit
ginjal kronik yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes mellitus,
dan hipertensi. Sedangkan peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul
rendah merupakan petanda yang sensitif untuk beberapa tipe penyakit
tubulointerstitiel.
Dipsticks
mendeteksi protein dengan indikator warna Bromphenol biru, yang sensitif
terhadap albumin tetapi kurang sensitif terhadap globulin, protein Bence-Jones,
dan mukoprotein.
2.8. Bilirubin
Bilirubin
yang dapat dijumpai dalam urine adalah bilirubin direk (terkonjugasi), karena
tidak terkait dengan albumin, sehingga mudah difiltrasi oleh glomerulus dan
diekskresikan ke dalam urine bila kadar dalam darah meningkat. Bilirubinuria
dijumpai pada ikterus parenkimatosa (hepatitis infeksiosa, toksik hepar),
ikterus obstruktif, kanker hati (sekunder), CHF disertai ikterik.
2.9. Urobilinogen
Empedu
yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area
duodenum, tempat bakteri dalam usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen.
Sebagian besar urobilinogen berkurang di faeses; sejumlah besar kembali ke hati
melalui aliran darah, di sini urobilinogen diproses ulang menjadi empedu; dan
kira-kira sejumlah 1% diekskresikan ke dalam urine oleh ginjal.
Peningkatan
ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau
terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi
batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi dijumpai
pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia
hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis
infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan
kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit.
Urobilinogen urine menurun dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas,
penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit),
penyakit inflamasi yang parah, kolelitiasis, diare yang berat.
Hasil
positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat disebabkan
oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan sejumlah
kecil urobilinogen.
2.10. Keasaman (pH)
Filtrat
glomerular plasma darah biasanya diasamkan oleh tubulus ginjal dan saluran
pengumpul dari pH 7,4 menjadi sekitar 6 di final urin. Namun, tergantung pada
status asam-basa, pH kemih dapat berkisar dari 4,5 – 8,0. pH bervariasi
sepanjang hari, dipengaruhi oleh konsumsi makanan; bersifat basa setelah makan,
lalu menurun dan menjadi kurang basa menjelang makan berikutnya. Urine pagi
hari (bangun tidur) adalah yang lebih asam. Obat-obatan tertentu dan penyakit
gangguan keseimbangan asam-basa jug adapt mempengaruhi pH urine.
Urine
yang diperiksa haruslah segar, sebab bila disimpan terlalu lama, maka pH akan berubah
menjadi basa. Urine basa dapat memberi hasil negatif atau tidak memadai
terhadap albuminuria dan unsure-unsur mikroskopik sedimen urine, seperti
eritrosit, silinder yang akan mengalami lisis. pH urine yang basa sepanjang
hari kemungkinan oleh adanya infeksi. Urine dengan pH yang selalu asam dapat
menyebabkan terjadinya batu asam urat.
Berikut
ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :
»
pH basa : setelah makan,
vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih (Proteus atau Pseudomonas
menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia), terapi alkalinisasi, asidosis
tubulus ginjal, spesimen basi.
»
pH asam : ketosis
(diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis sistemik (kecuali
pada gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau metabolic memicu
pengasaman urine dan meningkatkan ekskresi NH4+), terapi pengasaman.
2.11. Berat Jenis (Specific
Gravity, SG)
Berat
jenis adalah perbandingan relative antara masa jenis sebuah zat dan masa jenis
air murni. Air murni bermasa jenis 1g/cm8 atau 1000kg/m8 . berat jenis tidak
mempunyai satuan atau dimensi.
Berat
jenis (yang berbanding lurus dengan osmolalitas urin yang mengukur konsentrasi
zat terlarut) mengukur kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai kemampuan
ginjal untuk memekatkan dan mengencerkan urin.
Spesifik
gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak harus dianggap wajar jika
fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk urine pagi adalah 1,015 – 1,025,
sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai normal > 1,022, dan
selama 24 jam bisa mencapai ≥1,026. Defek fungsi dini yang tampak pada
kerusakan tubulus adalah kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine.
BJ
urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi tubulus.
Nokturia dengan ekskresi urine malam > 500 ml dan BJ kurang dari 1.018,
kadar glukosa sangat tinggi, atau mungkin pasien baru-baru ini menerima pewarna
radiopaque kepadatan tinggi secara intravena untuk studi radiografi, atau
larutan dekstran dengan berat molekul rendah. Kurangi 0,004 untuk setiap 1%
glukosa untuk menentukan konsentrasi zat terlarut non-glukosa.
Badan
keton (aseton, asam aseotasetat, dan asam β-hidroksibutirat) diproduksi untuk
menghasilkan energi saat karbohidrat tidak dapat digunakan. Asam aseotasetat
dan asam β-hidroksibutirat merupakan bahan bakar respirasi normal dan sumber
energi penting terutama untuk otot jantung dan korteks ginjal. Apabila
kapasitas jaringan untuk menggunakan keton sudah mencukupi maka akan diekskresi
ke dalam urine, dan apabila kemampuan ginjal untuk mengekskresi keton telah
melampaui batas, maka terjadi ketonemia. Benda keton yang dijumpai di urine
terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.
Ketonuria
disebabkan oleh kurangnya intake karbohidrat (kelaparan, tidak seimbangnya diet
tinggi lemak dengan rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat
(kelainan gastrointestinal), gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes),
sehingga tubuh mengambil kekurangan energi dari lemak atau protein, febris.
2.14. Nitrit
Di
dalam urine orang normal terdapat nitrat sebagai hasil metabolisme protein,
yang kemudian jika terdapat bakteri dalam jumlah yang signifikan dalam urin (Escherichia
coli, Enterobakter, Citrobacter, Klebsiella, Proteus) yang megandung enzim
reduktase, akan mereduksi nitrat menjadi nitrit. Hal ini terjadi bila urine
telah berada dalam kandung kemih minimal 4 jam. Hasil negative bukan berarti
pasti tidak terdapat bakteriuria sebab tidak semua jenis bakteri dapat
membentuk nitrit, atau urine memang tidak mengandung nitrat, atau urine berada
dalam kandung kemih kurang dari 4 jam. Disamping itu, pada keadaan tertentu,
enzim bakteri telah mereduksi nitrat menjadi nitrit, namun kemudian nitrit
berubah menjadi nitrogen.
Spesimen
terbaik untuk pemeriksaan nitrit adalah urine pagi dan diperiksa dalam keadaan
segar, sebab penundaan pemeriksaan akan mengakibatkan perkembang biakan bakteri
di luar saluran kemih, yang juga dapat menghasilkan nitrit.
Faktor
yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :
»
Hasil positif palsu karena
metabolisme bakteri in vitro apabila pemeriksaan tertunda, urine merah oleh
sebab apapun, pengaruh obat (fenazopiridin).
»
Hasil negatif palsu terjadi
karena diet vegetarian menghasilkan nitrat dalam jumlah cukup banyak, terapi
antibiotik mengubah metabolisme bakteri, organism penginfeksi mungkin tidak
mereduksi nitrat, kadar asam askorbat tinggi, urine tidak dalam kandung kemih
selama 4-6 jam, atau berat jenis urine tinggi.
2.15. Leukosit esterase
Lekosit
netrofil mensekresi esterase yang dapat dideteksi secara kimiawi. Hasil tes
lekosit esterase positif mengindikasikan kehadiran sel-sel lekosit
(granulosit), baik secara utuh atau sebagai sel yang lisis. Limfosit tidak
memiliki memiliki aktivitas esterase sehingga tidak akan memberikan hasil
positif. Hal ini memungkinkan hasil mikroskopik tidak sesuai dengan hasil
pemeriksaan carik celup.
Temuan
laboratorium negatif palsu dapat terjadi bila kadar glukosa urine tinggi
(>500mg/dl), protein urine tinggi (>300mg/dl), berat jenis urine tinggi,
kadar asam oksalat tinggi, dan urine mengandung cephaloxin, cephalothin,
tetrasiklin. Temuan positif palsu pada penggunaan pengawet formaldehid. Urine
basi dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar