BAB
II
DOKUMENTASI
PADA STRATEGI KHUSUS:
PEMENUHAN
KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR
A. Pengertian Istirahat dan Tidur
Istirahat adalah keadaan dimana tenang tanpa adanya
tekanan,bukan hanya dalam kedaan beraktifitas tetapi juga yang membutuhkan
ketenangan. Kata istirahat berarti berhenti sebentar untuk melepaskan lelah, bersantai
untuk menyegarkan diri, atau suatu keadaan melepaskan diri dari segala hal yang
membosankan, menyulitkan, bahkan menjengkelkan.
Terdapat
beberapa karakteristik dari istirahat. Misalnya, Narrow (1967) yang dikutip
oleh Perry dan Potter 1993 mengungkapkan enam karakteristik yang berhubungan
dengan istirahat, diantaanya:
a. Merasakan
bahwa segala sesuatu dapat diatasi.
b. Merasa
diterima.
c. Mengetahui
apa yang sedang terjadi.
d. Bebas
dari gangguan ketidaknyamanan.
e. Mempunyai
sejumlah kepuasan terhadap aktivitas yang mempunyai tujuan.
f. Mengetahui
adanya bantuan sewaktu memerlukan.
Kebutuhan
istirahat dapat dirasakan apabila semua karakteristik diatas dapat terpenuhi.
Hal ini dapat dijumpai apabila pasien merasakan segala kebutuhannya dapat
diatasi dan adanya pengawasan maupun penerimaan dari asuhan keperawatan yang
diberikan sehingga dapat memberikan kedamaian. Apabila pasien tidak merasakan
enam kriteria tersebut di atas, maka kebutuhan istirahatnya masih belum
terpenuhi sehingga diperlukan tindakan keperawatan yang dapat meningkatkan
pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur, misalnya mendengarkan secara hati-hati
tentang kekhawatiran personal pasien dan mencoba meringankannya jika
memungkinkan.
Pasien
yang mempunyai perasaan tidak diterima tidak mungkin dapat beristirahat dengan
tenang. Oleh sebab itu, perawat harus sensitif terhadap kekhawatiran atau
masalah yang dialami pasien. Pengenalan pasien terhadap apa yang akan terjadi
adalah keadaan lain yang penting agar dapat beristirahat. Adanya ketidaktahuan
akan menimbulkan kecemasan dengan tingkat yang berbeda-beda dan dapat menimbulkan
gangguan pada istirahat pasien sehingga perawat harus membantu memberikan
penjelasan pada pasiennya.
Agar
pasien merasa diterima dan mendapatkan kepuasan, maka pasien harus dilibatkan
dalam melaksanakan berbagai aktivitas yang mempunyai tujuan sehingga pasien
merasa dihargai tentang kompetensi yang ada pada dirinya. Pasien akan merasa
aman jika mengetahui bahwa ia akan mendapat bantuan yang sesuai dengan yang
diperlukannya. Pasien yang merasa terisolasi dan kurang mendapat bantuan tidak
akan dapat istirahat, sehingga perawat harus dapat menciptakan suasana agar
pasien tidak merasa terisolasi dengan cara melibatkan keluarga dan teman-teman
pasien. Keluarga dan teman-teman pasien dapat meningkatkan kebutuhan istirahat
pasien dengan cara membantu pasien dalam tugas sehari-hari dan dalam mengambil
keputusan yang sukar.
Tidur
merupakan kondisi tidak sadar di mana individu dapat dibangunkan oleh stimulus
atau sensoris yang sesuai (Guyton, 1968), atau juga dapat dikatakan sebagai
keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh ketenangan
tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang,
dengan ciri adanya aktifitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi,
terdapat perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons terhadap
rangsangan dari luar.
Tidur
merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu
terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan dengan indra
atau rangsangan yang cukup. Tujuan seseorang tidur tidak jelas diketahui, namun
diyakini tidur diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental emosional,
fisiologis dan kesehatan.
Seseorang
dapat dikategorikan sedang tidur apabila terdapat tanda-tanda sebagai berikut:
a. Aktivitas
fisik minimal
b. Tingkat
kesadaran yang bervariasi
c. Terjadi
perubahan-perubahan proses fisiologis tubuh, dan
d. Penurunan
respon terhadap rangsangan dari luar.
Selama
tidur, dalam tubuh seseorang terjadi perubahan proses fisiologis, diantaranya;
a. Penurunan
tekanan darah, denyut nadi.
b. Dilatasi
pembuluh darah perifer.
c. Kadang-kadang
terjadi peningkatan aktivitas traktus gastrointestinal.
d. Relaksasi
otot-otot rangka.
e. Basal
metabolism rate (BMR) menurun 10-30%.
Pada waktu tidur
terjadi perubahan tingkat kesadaran yang berfluktuasi. Tingkat kesadaran pada organ-organ
pengindraan berbeda-beda. Organ pengindraan yang mengalami penurunan kesadaran
paling dalam selama tidur adalah indra penciuman. Organ pengindraan yang
mengalami penurunan tingkat kesadaran paling kecil adalah pendengaran dan rasa
sakit. Ini menjelaskan mengapa orang-orang yang sakit dan berada dalam
lingkungan yang bising acap kali tidak dapat tidur.
Tidur tidak
dapat diartikan sebagai manifestasi deaktifasi sistem saraf pusat. Sebab pada
orang yang tidur, sistem saraf pusatnya tetap aktif dalam sinkronisasi
neuron-neuron substansia retikularis dari batang otak. Ini dapat diketahui
melalui pemeriksaan Electroenchepalogram (EEG). Alat tersebut dapat
memperlihatkan fluktuasi energy (gelombang otak) pada kertas grafik.
B.
Fisiologi
Tidur
Aktivitas
tidur diatur dan dikontrol oleh dua system pada batang otak,yaitu Reticular Activating System (RAS)
dan Bulbar Synchronizing
Region (BSR). RAS di bagian
atas batang otak diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan
kewaspadaan dan kesadaran; memberi stimulus visual,pendengaran,nyeri,dan
sensori raba;serta emosi dan proses berfikir. Pada saat sadar, RAS melepaskan
katekolamin,sedangkan pada saat tidur terjadi pelepasan serum serotonin dari
BSR (Tarwoto,Wartonah,2003).
C.
Ritme
Srikadian
Setiap
makhluk hidup memiliki bioritme (jam biologis) yang berbeda. Pada
manusia,bioritme ini dikontrol oleh tubuh dan disesuaikan dengan faktor
lingkungan (mis; cahaya, kegelapan, gravitasi dan stimulus elektromagnetik).
Bentuk bioritme yang paling umum adalah ritme sirkadian yang melengkapi siklus
selama 24 jam. Dalam hal ini, fluktuasi denyut jantung,tekanan darah,temperatur,
sekresi hormon, metabolisme dan penampilan serta perasaan individu bergantung
pada ritme sirkadiannya. Tidur adalah salah satu irama biologis tubuh yang
sangat kompleks. Sinkronisasi sirkadian terjadi jika individu memiliki pola
tidur-bangun yang mengikuti jam biologisnya: individu akan bangun pada saat
ritme fisiologis paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur pada saat ritme
tersebut paling rendah (Lilis,Taylor,Lemone,1989).
D.
Jenis-jenis
Tidur
Pada
hakekatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu tidur
dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye
Movement) dan tidur dengan gerakan bola mata lambat (Non-Rapid Eye Movement).
a. Tidur
REM
Tidur REM biasanya terjadi setiap 90
menit dan berlangsung selama 5-30 menit. Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM
dan sebagian besar mimpi terjadi pada tahap ini. Selama tidur REM, otak
cenderung aktif dan metabolismenya meninggkat hingga 20%. Pada tahap individu
menjadi sulit untuk dibangunkan atau justru dapat bangun dengan tiba-tiba,
tonus otot terdepresi,sekresi lambung meningkat,dan frekuensi jantung dan
pernapasan sering kali tidak teratur.
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi
aktif atau tidur paradoksial. Hal tersebutberarti tidur REM ini sifatnya
nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan dua bola matanya bersifat sangat
aktif. Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot-otot kendor, tekanan darah
bertambah, gerakan mata cepat (mata cenderung bergerak bolak-balik), sekresi
lambung meningkat, ereksi penis pada laki-laki, gerakan otot tidak teratur,
kecepatan jantung dan pernafasan tidak teratur sering lebih cepat, suhu dan
metabolism meningkat.
Apabila seseorang mengalami kehilangan
tidur REM, maka akan menunjukan gejala-gejala sebagai berikut:
a) Cenderung
hiperaktif.
b) Kurang
dapat mengendalikan diri dan emosi (labil).
c) Nafsu
makan bertambah.
d) Bingung
dan curiga.
b. Tidur
NREM
Tidur NREM disebut juga sebagai tidur gelombang-pendek
karena gelombang otak yang ditunjukkan oleh orang yang tidur lebih pendek
daripada gelombang alfa dan beta yang ditunjukkan orang yang sadar. Pada tidur
NREM terjadi penurunan sejumlah fungsi fisiologi tubuh. Di samping itu,semua
proses metabolik termasuk tanda-tanda vital, metabolisme, dan kerja otot
melambat.
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman
dan dalam. Pada tidur NREM gelombang otak lebih lamban dibandingkan pada orang
yang sadar atau tudak tidur. Tanda-tanda tidur NREM antara lain mimpi
berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernafasan turun,
metabolism turyn dan gerakan bola mata melambat.
Tidur NREM memiliki empat tahap yang
masing–masing tahap ditandai dengan pola perubahan aktivitas gelombang otak. Tahap
I-II disebut sebagai tidur ringan (light
sleep) dan tahap III-IV disebut sebagai tidur dalam (deep sleep atau delta
sleep).
a) Tahap
I
Merupakan tahap
transisi dimana seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Pada tahap ini
ditandai dengan seseorang merasa kabur dan rileks, seluruh otot menjadi lemas,
kelopak mata menutup mata, kedua bola mata bergerak ke kiri dan kanan,
kecepatan jantung dan pernafasan menurun secara jelas, pada EEG terlihat
terjadi penurunan voltasi gelombang-gelombang alfa. Seseorang yang tidur pada
tahap ini dapat dibangunkan dengan mudah.
b) Tahap
II
Merupakan tahap tidur
ringan dan proses tubuh terus menurun. Ditandai dengan kedua bola mata berhenti
bergerak, suhu tubuh menurun, tonus otot perlahan-lahan menurun serta proses
jantung dan pernafasan menurun secara jelas. Pada EEG timbul gelombang beta dengan
frekuensi 14-18 siklus/detik. Gelombang-gelombang ini disebut gelombang tidur.
Tahap ini berlangsung 10-15 menit.
c) Tahap
III
Pada tahap ini keadaan
fisik lemah lunglai karena tonus otot lenyap secara menyeluruh. Kecepatan
jantung, pernafasan dan proses tubuh berlanjut mengalami penurunanakibat
dominasi system saraf parasimpatis. Pada EEG memperlihatkan gelombang beta
menjadi 1-2 siklus/detik. Seseorang yang tidur pada tahap ini sulit
dibangunkan.
d) Tahap
IV
Merupakan tahap tidur dimana
seseorang berada dalam keadaan rileks, jarang bergerak karena keadaan fisik
yang sudah lemah lunglai dan sulit dibangunkan. Pada EEG, tampak hanya terlihat
gelombang delta yang lambat dengan frekuensi 1-2siklus/detik. Denyut jantung
dan pernafasan menurun hingga 20-30%. Pada tahap ini dapat terjadi mimpi.
Selain itu tahap ini dapat memulihkan keadaan tubuh.
Selain
keekmpat tahap tersebut, sebenarnya ada satu tahap lagi yaiti tahap V.
Merupakan tidur REM dimana setelah tahap
IV seseorang masuk ke tahap V. hal tersebut ditandai dengan kembali bergeraknya
bola matayang kecepatannya lebih tinggi disbanding tahap sebelumnya.
Berlangsung selama 10 menit dan dapat terjadi mimpi.
e) Siklus
tidur
Selama tidur , individu melewati
tahap tidur NREM dan REM. Siklus tidur yang komplet normalnya berlangsung
selama 1,5 jam, dan setiap orang biasanya melalui emapt hingga lima siklus
selama 7-8 jam tidur. Siklus tersebut dimulai dari tahap NREM yang berlanjut ke
tahap REM. Tahap NREM I-III berlangsung selama 30 menit, kemudian diteruskan ke
tahap IV selama ± 20 menit. Setelah itu, individu kembali melalui tahap III dan
II selama 20 menit. Tahap I REM muncul sesudahnya dan berlangsung selama 10
menit.
Selama tidur malam sekitar 7-8jam, seseorang
mengalami REM dan NREM bergantian sekitar 4-6kali.
Pre-sleep
Tahap
I Tahap II Tahap III Tahap IV
Tudur
REM
Tahap II Tahap
III
Apabila seseorang mengalami kehilangan
tidur REM, maka akan menunjukan gejala-gejala sebagai berikut:
·
Menarik diri, apatis dan respon menurun.
·
Merasa tidak enak badan.
·
Ekspresi wajah kuyu.
·
Malas bicara.
·
Kantuk yang berlebihan.
Sedangkan
apabila mengalami kehilangan tidur REM dan NREM maka akan menunjukan gejala-gejala
sebagai berikut:
·
Kemampuan memberikan keputusan atau
pertimbangan menurun.
·
Tidak konsentrasi.
·
Terlihat tanda-tanda keletihan seperti
penglihatan kabur, mual dan pusing.
·
Sulit beraktivitas.
·
Daya ingat berkurang, bingung, timbul
halusinasi dan ilusi penglihatan atau pendengaran.
E.
Pola
Tidur Berdasarkan Tingkat Perkembangan/Usia
Usia merupakan salah satu faktor penentu
lamanya tidur yang dibutuhkan seseorang. Semakin tua usia, maka semakin sedikit
pula lama tidur yang dibutuhkan.
Tingkat Perkembangan/Usia
|
Pola Tidur Normal
|
Bayi
baru lahir
(0-1
bulan)
|
Tidur
14-18 jam sehari, pernafasan teratu, gerak tubuh sedikit, 50% tidur NREM,
banyak waktu tidurnya dilewatkan pada tahap III dan IV tidur NREM. Setiap
siklus sekitar 45-60 menit.
|
Bayi
(1-18
bulan)
|
Tidur
12-14 jam sehari, 20-30% tidur REM, tidur lebih lama pada malam hari dan
punya pola terbangun sebentar.
|
Toddler
(18
bulan-3 tahun)
|
Tidur
sekitar 10-12 jam sehari, 25% tidur REM, banyak tidur pada malam hari,
terbangun dini hari berkurang, siklus bangun tidur normal sudah menetap pada
umur 2-3 tahun.
|
Pra
sekolah
(3-6
tahun)
|
Tidur
sekitar 11 jam sehari, 20% tidur REM, periode terbangun kedua hilang pada
umur 3 tahun. Pada umur 5 tahun, tidur siang sering tidak ada kecuali
kebiasaan tidur sore hari.
|
Usia
sekolah
(6-12
tahun)
|
Tidur
sekitar 10 jam sehari, 18,5% tidur REM. Sisa waktu tidur relatif konstan.
|
Remaja
(12
-18 tahun)
|
Tidur
sekitar 8,5 jam sehari dan 20% tidur REM.
|
Dewasa
muda
(18-40
tahun)
|
Tidur
sekitar 7-9 jam sehari, 20-25% tidur REM, 5-10% tidur tahap I, 50% tidur
tahap II dan 10-20% tidur tahap II dan IV.
|
Dewasa
pertengahan
(40-60
tahun)
|
Tidur
sekitar 7 jam sehari dan 20% tidur REM, mungkin mengalami insomnia dan sulit
untuk dapat tidur.
|
Dewasa
tua
(60
tahun lebih)
|
Tidur
sekitar 6 jam sehari 20-25% tidur REM, tidur tahap IV nyata berkurang
kadang-kadang tidak ada. Mungkin mengalami insomnia dan sering terbangun
sewaktu tidur malam hari.
|
F.
Faktor
yang Mempengaruhi Kuantitas dan Kualitas Tidur
Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur
setiap orang berbeda-beda. Ada yang kebutuhannya terpenuhi dengan baik. Adapula
yang mengalami gangguan. Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas maupun
kuantitas tidur, diantaranya:
a. Penyakit. Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau
distress fisik yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Pada orang yang sakit dan
rasa nyeri, kebutuhan tidurnya tidak dapat terpenuhi dengan baik sehingga ia
tidak dapat tidur dengan nyenyak. Individu yang sakit membutuhkan waktu tidur
yang lebih banyak dari pada biasanya.di samping itu, siklus bangun-tidur selama
sakit juga dapat mengalami gangguan.
b. Lingkungan.
Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur. Tidak
adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing dapat menghambat upaya
tidur. Sebagai contoh, temperatur yang tidak nyaman atau ventilasi yang buruk
dapat mempengaruhi tidur seseorang. Akan tetapi, seiring waktu individu bisa
beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh dengan kondisi trsebut.
c. Kelelahan.
Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan tingkat menengah
orang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada klelahan yang berlebihan akan
menyebabkan periode tidur REM lebih pendek. Kondisi tubuh yang lelah dapat
mempengaruhi pola tidur seseorang. Semakin lelah seseorang,semakin pendek
siklus tidur REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan
kembali memanjang.
d. Gaya
hidup. Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar
bisa tidur pada waktu yang tepat.
e. Stress
emosional. Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang. Kondisi
ansietas dapat meningkatkan kadar norepinfrin darah melalui stimulasi sistem
saraf simapatis. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap
IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur.
f. Stimulant
dan alkohol. Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat merangsang SSP
sehingga dapat mengganggu pola tidur. Sedangkan konsumsi alcohol yang
berlebihan dapat mengganggu siklus tidur REM. Ketika pengaruh alcohol telah
hilang, individu sering kali mengalami mimpi buruk.
g. Diet. Makanan yang banyak mengandung
L-Triftopan seperti keju, susu, daging, dapat menyebabkan seseorang mudah
tidur. Sebaliknya minuman yang mengandung kafein dan alkohol akan mengganggu
tidur. Penurunan berat badan dikaitkan
dengan penurunan waktu tidur dan seringnya terjaga di malam hari. Sebaliknya,
penambahan berat badan dikaitkan dengan peningkatan total tidur dan sedikitnya
periode terjaga di malam hari.
h. Merokok.
Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi pada tubuh.
Akibatnya, perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah terbangun di
malam hari.
i.
Medikasi. Obat-obatan yang dikonsumsi
seseorang ada yang berefek menyebabkan tidur, ada pula sebaliknya mengganggu tidur.
Misalnya obat golongan amfetamin akan menurunkan tidur REM. Obat-obatan
tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. hipnotik dapat mengganggu
tahap III dan IV tidur NREM, metabloker dapat
menyebabkan insomnia dan mimpi buruk, sedangkan narkotik (mis; meperidin
hidroklorida dan morfin) diketahui dapat menekan tidur REM dan menyebabkan
seringnya terjaga di malam hari.
j.
Motivasi. Keinginan untuk tetap terjaga
terkadang dapat menutupi perasaan lelah seseorang. sebaliknya, perasaan bosan
atau tidak adanya motivasi untuk terjaga sering kali dapat mendatangkan kantuk.
G.
Gangguan
Tidur
a. Insomnia
Pengertian insomnia mencakup banyak hal
insomnia dapat berupa kesulitan untuk tidur atau untuk tetap tertidur. Bahkan
seorang yang terbangun dari tidur, tetapi merasa belum cukup tidur dapat
dikatakan mengalami insomnia (Japardi 2002). Dengan demikian, insomnia
merupakan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik secara kuantitas
maupun kualitas. Kenyataanya, insomnia bukan berarti sama sekali seseorang
tidak dapat tidur atau kurang tidur karena orang yang menderita sering dapat
tidur lebih lama dari yang mereka perkirakan, tapi kualitasnya kurang. Ada tiga
jenis insomnia:
a) Insomnia
inisial. Kesulitan untuk memulai
tidur.
b) Insomnia
intermiten. Kesulitan untuk tetap
tertidur karena seringnya terjaga.
c) Insomnia
terminal. Bangun terlalu dini dan
sulit untuk tidur kembali.
Ada beberapa faktor
yang menyebabkan insomnia diantaranya nyeri, kecemasan, ketakutan, tekanan jiwa
dan kondisi yang tidak menunjang untuk tidur. Perawat dapat membantu klien
mengatasi insomnia melalui pendidikan kesehatan, menciptakan lingkungan yang
nyaman, mklien relaksasi dan tindakan lainnya.
Ada beberapa tindakan
dan upaya untuk mengatasi insomnia:
a) Makan
makanan protein tinggi sebelum tidur seperti keju atau susu. Diperkirakan
triptofan, yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna dapat
mempermudah tidur.
b) Usahakan
agar selalu beranjak tidur pada waktu yang sama.
c) Hindari
tidur siang atau sore.
d) Berusaha
untuk tidur hanya apabila merasa benar-benar kantuk dan tidak pada kesadaran
penuh.
e) Hindari
kegiatan yang membangkitkan minat sebelum tidur.
f) Lakukan
latihan-latihan gerak badan setiap hari, tapi tidak pada saat menjelang tidur.
g) Gunakan
teknik-teknik pelepasan otot-otot serta meditasi sebelum tidur.
b.
Somnambulisme
Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat kompleks
mencakup adanya otomatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuka dan
menutup pintu, duduk di tempat tidur,
menabrak kursi, berjalan kaki dan berbicara. Termasuk tingkah laku
berjalan dalam beberapa menit dan kembali tidur (Japardi 2002). Somnambulisme
ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Seseorang
yang mengalami somnambulisme beresiko terjadi cedera.
Upaya untuk mengantisipasi somnambulisme yaitu
dengan membingbing anak. Tindakan ini untuk mengantisipasi risiko cedera.
Ketika anak dalam kondisi somnambulisme, harus dibimbing untuk kembali ke
tempat tidur dan buat lingkungan yang aman dan nyaman serta dapat juga
menggunakan obat-obatan seperti Diazepam dan Valium.
c.
Enuresis
Enuresis adalah kencing yang tidak disengaja
(mengompol). Terjadi pada anak-anak dan remaja, paling banyak terjadi pada
laki-laki. Penyebab secara pasti belum jelas, tetapi faktor yang dapat
menyebabkan enuresis seperti gangguan pada bladder, stress dan toilet training
yang kaku. Upaya untuk mencegahnya diantaranya hindari stress, hindari minum
yang banyak sebelum tidur dan kosongkan kandung kemih (berkemih) sebelum tidur.
d.
Narkolepsi
Narkolepsi merupakan suatu kondisi yang dicirikan
oleh keinginan yang tak terkendali untuk tidur. Dapat dikatakan pula sebagai
serangan mengantuk yang mendadak, sehingga ia dapat tertidur pada setiap saat
dimana serangan tidur (kantuk) datang.
Penyebab secara pasti belum jelas, tetapi diduga
terjadi akibat kerusakan genetika system saraf pusat dimana periode REM tidak
dapat dikendalikan. Serangan narkolepsi dapat berbahaya apabila terjadi saat
mengendarai kendaraan, pekerja yang bekerja pada alat yang berputar-putar atau
berada di tepi jurang.
Obat-obat agripnotik dapat digunakan untuk
mengendalikan narkolepsi yaitu sejenis obat yang dapat membuat orang tidak
dapat tidur. Obat tertsebut diantaranya jenis amfetamin.
e.
Night terrors
Night terrors adalah mimpi buruk. Umumnya terjadi
pada anak-anak usia 6 tahun atau lebih. Setelah tidur beberapa jam, anak
tersebut terjaga dan berteriak, pucat dan ketakutan.
f.
Mendengkur
Mendengkur disebabkan adanya rintangan terhadap
pengaliran udara di hidung dan mulut. Amandel yang bengkak dan adenoid dapat
menjadi faktor penyebab. Pankal lidah yang menyumbat saluran nafas pada lansia.
Otot-otot di bagian belakang mulut mengendur lalu bergetar jika dilewati udara
pernafasan.
g.
Parasomnia
Parasomnia adalah perilaku yang dapat
mengganggu tidur atau muncul saat seseorang tidur. Gangguan ini umum terjadi
pada anak-anak. Beberapa turunan parasomnia antara lain sering terjaga (mis;
tidur berjalan, night terror),
gangguan transisi bangun-tidur (mis; mengigau), parasomnia yang terkait dengan
tidur REM (mis; mimpi buruk),dan lainnya (mis; bruksisme).
h. Hipersomnia
Hipersomnia adalah kebalikan dari
insomnia, yaitu tidur yang berkelebihan terutama pada siang hari. Gangguan ini
dapat disebabkan oleh kondisi tertentu, seperti kerusakan system saraf,
gangguan pada hati atau ginjal, atau karena gangguan metabolisme (mis;
hipertiroidisme). Pada kondisi tertentu, hipersomnia dapat digunakan sebagai
mekanisme koping untuk menghindari tanggung jawab pada siang hari.
i.
Apnea saat tidur
Apnea saat tidur atau sleep abnea adalah kondisi terhentinya nafas secara periodik pada
saat tidur. Kondisi ini diduga terjadi pada orang yang mengorok dengan keras,
sering terjaga di malam hari, insomnia, mengantuk berlebihan pada siang hari,
sakit kepala disiang hari, iritabilitas, atau mengalami perubahan psikologis
seperti hipertensi atau aritmia jantung.
H. Asuhan Keperawatan Klien dengan
Masalah Tidur
a.
Pengkajian
Pengkajian tentang pola tidur klien meliputi riwayat
tidur, catatan tidur, pemeriksaan fisik, dan tinjauan pemeriksaan diagnostik.
b.
Riwayat tidur
Pengkajian riwayat tidur secara umum dilakukan
segera setelah klien memasuki faislitas perawatan. Ini memungkinkan perawat
menggabungkan kebutuhan klien dan hal-hal yang ia sukai ke dalam rencana
perawatan. Riwayat tidur ini meliputi:
a) Pola
tidur yang biasa.
b) Ritual
sebelum tidur.
c) Penggunaan
obat tidur atau obat-obatan lainnya.
d) Lingkungan
tidur.
e) Perubahan
terkini pada pola tidur.
Selain itu, riwayat ini juga harus mencakup berbagai
masalah yang ditemui pada pola tidur, penyebabnya, kapan pertama kali masalah
tersebut muncul, frekuensinya, pengaruh terahdap keseharian klien,dan bagaimana
klien berkoping dengan masalah tersebut.
c.
Catatan tidur
Catatan tidur sangatlah bermanfaat khusus untuk
klien yang memiliki masalah tidur sebab catatan ini berisi berbagai informasi
penting terkait pola tidur klien. Catatan tidur dapat mencakup keseluruhan atau
sebagian dari informasi berikut:
a) Jumlah
jam tidur total per hari.
b) Aktivitas
yang dilakukan 2-3 jam sebelum tidur (jenis, durasi, dan waktu).
c) Ritual
sebelum tidur (mis; minum air, obat tidur).
d) Waktu
(a) pergi tidur, (b) mencoba tidur, (c) tertidur, (d) terjaga di malam hari dan
durasinya, serta (e) bangun tidur di pagi hari.
e) Adanya
masalah yang klien yakini dapat memengaruhi tidurnya.
f) Faktor
yang klien yakini member pengaruh positif atau negatif pada tidurnya.
Kemudian, perawat dapat mengembangkan data tersebut
menjadi bagan atau grafik yang berguna untuk mengidentifikasi masalah tidur
yang klien alami.
d.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi observasi penampilan,
perilaku, dan tingkat energi klien. Penampilan yang menandakan klien mengalami
masalah tidur antara lain adanya lingkaran hitam di sekitar mata, konjungtiva
kemerahan, kelopak mata bengkak dan lainnya. Sedangkan indikasi perilaku dapat
meliputi iritabilitas, gelisah, tidak perhatian, bicara lambat, menguap dan
lain-lain. Di samping itu, klien yang mengalami masalah tidur juga dapat
terlihat lemah, letargi, atau lelah akibat kekurangan energi.
e.
Pemeriksaan diagnostik
Tidur dapat diukur secaran objektif dengan
menggunakan alat yang disebut polisomnografi. Alat ini dapat merekam
elektroensefalogram (EEG), elektromiogram (EMG), dan elektro-okulogram (EOG)
sekaligus. Dengan alat ini kita dapat mengkaji aktivitas klien selama tidur.
Aktivitas yang klien lakukan tanpa sadar tersebut bisa jadi merupakan penyebab
seringnya klien terjaga di malam hari.
f.
Penetapan diagnosis
Menurut NANDA (2003), diagnosis
keperawatan yang dapat ditegakkan untuk klien dengan masalah tidur adalah gangguan pola tidur.eitologi untuk label
diagnosis ini dapat bervariasi dan spesifik untuk masing-masing individu.hal
ini meliputi ketidaknyamanan fisik atau nyeri, ansietas, perubahan waktu tidur
yang sering, serta perubahan lingkungan tidur atau ritual sebelum tidur.
Selain sebagai label diagnosis, gangguan
pola tidur juga bisa menjadi etiologi untuk diagnosis yang lain, seperti Risiko Cedera, kelelahan, Ketidakefektifan
Koping, Asietas, Intoleransi Aktivitas dan lain-lain.
g.
Perencanaan dan implementasi
Tujuan utama asuhan keperawatan untuk klien dengan
gangguan tidur adalah untuk mempertahankan (atau membentuk) pola tidur yang
memberikan energi yang cukup untuk menjalani aktivitas sehari-hari. Sedangkan tujuan
lainnya dapat terkait dengan upaya miningkatkan perasaan sejahtera klien atau
meningkatkan kualitas tidurnya.
a) Gangguan
pola tidur.
Yang berhubungan
dengan:
·
Sering terjaga di malam hari, sekunder
akibat (gangguan transport oksigen, gangguan eliminasi, gangguan metabolisme).
·
Tidur berlebihan di siang hari, sekunder
akibat medikasi (mis; sedatif, hipnotik, antidepresan, amfetamin, barbiturate,
dll).
·
Depresi.
·
Nyeri.
·
Aktivitas siang hari yang tidak adekuat.
·
Perubahan lingkungan.
·
Perubahan ritme sirkadian
·
Takut.
b) Kriteri
hasil
Individu akan
melaporkan keseimbangan yang optimal antara istirahat dan aktivitas.
c) Indikator
·
Menjelaskan faktor yang mencegah atau
menghambat tidur.
·
Mengidentifikasi teknik untuk memudahkan
tidur.
d) Intervensi
umum
·
Identifikasi faktor yang menyebabkan
gangguan tidur (nyeri, takut, stress, ansietas, imobilitas, sering berkemih,
lingkungan yang asing, temperature, aktivitas yang tidak adekuat).
·
Kurangi atau hilangkan distraksi
lingkungandan gangguan tidur.
Bising
*
Tutup pintu kamar.
*
Cabut kabel telepon.
*
Nyalakan “bunyi-bunyi yang lembut” (mis;
kipas angin, music yang tenang, suara hujan, angin).
*
Pasang lampu tidur.
*
Turunkan volume alarm dan TV.
Gangguan
*
Hindari prosedur yang tidak perlu selama
periode tidur.
*
Batasi pengunjung selama periode
istirahat yang optimal (mis; setelah makan).
*
Apabila berkemih malam hari dapat
mengganggu tidur, minta klien untuk membatasi asupan cairan pada malam hari dan
berkemih sebelum tidur.
·
Tingkatkan aktivitas di siang hari,
sesuai indikasi.
*
Buat jadwal program aktivitas untuk
siang hari bersama klien (jalan kaki, terapi fisik).
*
Jangan tidur siang lebih dari 90 menit
*
Anjurkan klien untuk olah raga pagi hari
*
Anjurkan orang lain untuk berkomunikasi
dengan klien rangsang ia untuk tetap terjaga.
·
Bantu upaya tidur
*
Kaji rutinitas tidur yang biasa
dilakukan klien, keluarga atau orang tua-jam, praktik hygiene, ritual (membaca,
bermain)-dan patuhi semaksimal mungkin
*
Anjurkan atau berikan perawatan pada
petang hari (mis; hygiene personal, linen dan baju tidur yang bersih).
*
Gunakan alat bantu tidur (mis; air
hangat untuk mandi, bahan bacaan, pijatan di punggung,susu, music yang lembut,
dll).
*
Pastikan klien tidur tnpa gangguan
selama sedikitnya 4 atau 5 periode, masing-masing 90 menit, setiap 24 jam.
*
Catat lamanya tidur tanpa gangguan untuk
setiap sif.
·
Ajarkan rutinitas tidur di rumah
(Miller, 1999):
*
Pertahankan jadwal harian yang konsisten
untuk bangun, tidur, dan istirahat (hari biasa, akhir pekan).
*
Bangunlah di waktu yang biasa, bahkan
jika tidur anda tidak nyenyak, hindari berada di tempat tidur setelah terjaga.
*
Gunakan tempat tidur hanya untuk
aktivitas yang terkait dengan tidur.
*
Apabila anda terjaga dan tidak dapat
tidur kembali, beranjaklah dari tempat tidur dan membacalah di ruangan lain
selama 30 menit.
*
Hindari makanan dan minuman yang
mengandung kafein (coklat, the, kopi) saat siang dan petang hari.
*
Hindari minuman yang beralkohol.
*
Upayakan mengonsumsi kudapan yang kaya
L-triptofan (mis; susu, kacang) menjelang tidur.
·
Jelaskan pentingnya olah raga secara
teratur (jalan kaki,lari, senam aerobic dan latihan) fisik selama sedikitnya
satu setengah jam tiga kali seminggu (jika tidak dikoordinasikan) untuk
menurunkan stress dan memudahkan tidur.
·
Jelaskan bahwa obat-obat hipnotik tidak
boleh digunakan untuk waktu yang lama karena berisiko menyebabkan toleransi dan
mengganggu fungsi pada siang hari.
·
Jelaskan pada klien dan orang terdekat
klien mengenai penyebab gangguan tidur/istirahat berikut cara-cara yang mungkin
dilakukan untuk menghindari atau meminimalkan penyebab tersebut.
e) Rasional
·
Tidur akan sulit dilakukan tanpa
relaksasi. Lingkungan rumah sakit yang asing dapat menghambat relaksasi.
·
Agar merasa segar, individu biasanya
harus menyelesaikan keseluruhan siklus tidur (70-100 menit) sebanyak 4 atau 5
kali semalam (Cohen & Meritt, 1992; Thelan et al, 1998).
·
Keefektifan obat-obatan sdatif dan
hipnotik mulai berkurang setelah satu minggu penggunaan. Kondisi ini menuntut
pemberian dosis yang tinggi dan berisiko
menyebabkan ketergantungan.
·
Ritual/kebiasaan tidur yang biasa
dilakukan dapat meningkatkan relaksasi dan membantu tidur (Cohen & Meritt,
1992).
·
Susu hangat yang mengandung
L-triptofan merupakan penginduksi tidur
(hammer, 1991).
·
Kafein dan nikotin adalah stimulan SSP
yang dapat memperpanjang masa laten dan meningkatkan frekuensi terjaga di malam
hari (Miller, 1999).
·
Alkohol dapat menginduksi kantuk, tetapi
menekan tidur REM dan meningkatkan frekuensi terjaga (Miller, 1999).
·
Tidur saat dini hari menghasilkan lebih
banyak tidur REM dibandingkan tidur pada siang hari. Tidur siang lebih dari 90
menit mengurangi stimulus untuk
siklus tidur yang lebih panjang, yang di
dalamnya terdapat tidur REM (Thelan et al, 1998).
·
Para peneliti menyebutkan, penghalang
utama tidur pada klien yang menjalani
perawatan kritis adalah aktivitas, kebisingan, nyeri, kondisi fisik, prosedur
keperawatan, cahaya, dan hipotermia.
·
Kebisingan lingkungan yang tidak dapat
dihilangkan atau dikurangi dapt ditutupi dengan “bunyi-bunyi yang lembut” (mis;
kipas angin, music yang lembut, suara rekaman {hujan, ombak pantai}) (Miller,
1999).
·
Pola tidur yang tidak teratur dapat
mengganggu irama sirkardian normal; kemungkinan menyebabkan sulit tidur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar