Kamis, 31 Mei 2012

DOKUMENTASI PADA STRATEGI KHUSUS: PEMENUHAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR


BAB II
DOKUMENTASI PADA STRATEGI KHUSUS:
PEMENUHAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR
A.    Pengertian Istirahat dan Tidur
Istirahat adalah keadaan dimana tenang tanpa adanya tekanan,bukan hanya dalam kedaan beraktifitas tetapi juga yang membutuhkan ketenangan. Kata istirahat berarti berhenti sebentar untuk melepaskan lelah, bersantai untuk menyegarkan diri, atau suatu keadaan melepaskan diri dari segala hal yang membosankan, menyulitkan, bahkan menjengkelkan.
Terdapat beberapa karakteristik dari istirahat. Misalnya, Narrow (1967) yang dikutip oleh Perry dan Potter 1993 mengungkapkan enam karakteristik yang berhubungan dengan istirahat, diantaanya:
a.       Merasakan bahwa segala sesuatu dapat diatasi.
b.      Merasa diterima.
c.       Mengetahui apa yang sedang terjadi.
d.      Bebas dari gangguan ketidaknyamanan.
e.       Mempunyai sejumlah kepuasan terhadap aktivitas yang mempunyai tujuan.
f.       Mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan.
Kebutuhan istirahat dapat dirasakan apabila semua karakteristik diatas dapat terpenuhi. Hal ini dapat dijumpai apabila pasien merasakan segala kebutuhannya dapat diatasi dan adanya pengawasan maupun penerimaan dari asuhan keperawatan yang diberikan sehingga dapat memberikan kedamaian. Apabila pasien tidak merasakan enam kriteria tersebut di atas, maka kebutuhan istirahatnya masih belum terpenuhi sehingga diperlukan tindakan keperawatan yang dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur, misalnya mendengarkan secara hati-hati tentang kekhawatiran personal pasien dan mencoba meringankannya jika memungkinkan.
Pasien yang mempunyai perasaan tidak diterima tidak mungkin dapat beristirahat dengan tenang. Oleh sebab itu, perawat harus sensitif terhadap kekhawatiran atau masalah yang dialami pasien. Pengenalan pasien terhadap apa yang akan terjadi adalah keadaan lain yang penting agar dapat beristirahat. Adanya ketidaktahuan akan menimbulkan kecemasan dengan tingkat yang berbeda-beda dan dapat menimbulkan gangguan pada istirahat pasien sehingga perawat harus membantu memberikan penjelasan pada pasiennya.
Agar pasien merasa diterima dan mendapatkan kepuasan, maka pasien harus dilibatkan dalam melaksanakan berbagai aktivitas yang mempunyai tujuan sehingga pasien merasa dihargai tentang kompetensi yang ada pada dirinya. Pasien akan merasa aman jika mengetahui bahwa ia akan mendapat bantuan yang sesuai dengan yang diperlukannya. Pasien yang merasa terisolasi dan kurang mendapat bantuan tidak akan dapat istirahat, sehingga perawat harus dapat menciptakan suasana agar pasien tidak merasa terisolasi dengan cara melibatkan keluarga dan teman-teman pasien. Keluarga dan teman-teman pasien dapat meningkatkan kebutuhan istirahat pasien dengan cara membantu pasien dalam tugas sehari-hari dan dalam mengambil keputusan yang sukar.
Tidur merupakan kondisi tidak sadar di mana individu dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai (Guyton, 1968), atau juga dapat dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya keadaan penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus yang berulang, dengan ciri adanya aktifitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons terhadap rangsangan dari luar.
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang, dan dapat dibangunkan dengan indra atau rangsangan yang cukup. Tujuan seseorang tidur tidak jelas diketahui, namun diyakini tidur diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental emosional, fisiologis dan kesehatan.
Seseorang dapat dikategorikan sedang tidur apabila terdapat tanda-tanda sebagai berikut:
a.       Aktivitas fisik minimal
b.      Tingkat kesadaran yang bervariasi
c.       Terjadi perubahan-perubahan proses fisiologis tubuh, dan
d.      Penurunan respon terhadap rangsangan dari luar.
Selama tidur, dalam tubuh seseorang terjadi perubahan proses fisiologis, diantaranya;
a.       Penurunan tekanan darah, denyut nadi.
b.      Dilatasi pembuluh darah perifer.
c.       Kadang-kadang terjadi peningkatan aktivitas traktus gastrointestinal.
d.      Relaksasi otot-otot rangka.
e.       Basal metabolism rate (BMR) menurun 10-30%.
Pada waktu tidur terjadi perubahan tingkat kesadaran yang berfluktuasi. Tingkat kesadaran pada organ-organ pengindraan berbeda-beda. Organ pengindraan yang mengalami penurunan kesadaran paling dalam selama tidur adalah indra penciuman. Organ pengindraan yang mengalami penurunan tingkat kesadaran paling kecil adalah pendengaran dan rasa sakit. Ini menjelaskan mengapa orang-orang yang sakit dan berada dalam lingkungan yang bising acap kali tidak dapat tidur.
Tidur tidak dapat diartikan sebagai manifestasi deaktifasi sistem saraf pusat. Sebab pada orang yang tidur, sistem saraf pusatnya tetap aktif dalam sinkronisasi neuron-neuron substansia retikularis dari batang otak. Ini dapat diketahui melalui pemeriksaan Electroenchepalogram (EEG). Alat tersebut dapat memperlihatkan fluktuasi energy (gelombang otak) pada kertas grafik.
B.     Fisiologi Tidur
Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua system pada batang otak,yaitu Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Region  (BSR). RAS di bagian atas batang otak diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran; memberi stimulus visual,pendengaran,nyeri,dan sensori raba;serta emosi dan proses berfikir. Pada saat sadar, RAS melepaskan katekolamin,sedangkan pada saat tidur terjadi pelepasan serum serotonin dari BSR (Tarwoto,Wartonah,2003).
C.    Ritme Srikadian
Setiap makhluk hidup memiliki bioritme (jam biologis) yang berbeda. Pada manusia,bioritme ini dikontrol oleh tubuh dan disesuaikan dengan faktor lingkungan (mis; cahaya, kegelapan, gravitasi dan stimulus elektromagnetik). Bentuk bioritme yang paling umum adalah ritme sirkadian yang melengkapi siklus selama 24 jam. Dalam hal ini, fluktuasi denyut jantung,tekanan darah,temperatur, sekresi hormon, metabolisme dan penampilan serta perasaan individu bergantung pada ritme sirkadiannya. Tidur adalah salah satu irama biologis tubuh yang sangat kompleks. Sinkronisasi sirkadian terjadi jika individu memiliki pola tidur-bangun yang mengikuti jam biologisnya: individu akan bangun pada saat ritme fisiologis paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur pada saat ritme tersebut paling rendah (Lilis,Taylor,Lemone,1989).



D.    Jenis-jenis Tidur
Pada hakekatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu tidur dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement) dan tidur dengan gerakan bola mata lambat (Non-Rapid Eye Movement).
a.       Tidur REM
Tidur REM biasanya terjadi setiap 90 menit dan berlangsung selama 5-30 menit. Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM dan sebagian besar mimpi terjadi pada tahap ini. Selama tidur REM, otak cenderung aktif dan metabolismenya meninggkat hingga 20%. Pada tahap individu menjadi sulit untuk dibangunkan atau justru dapat bangun dengan tiba-tiba, tonus otot terdepresi,sekresi lambung meningkat,dan frekuensi jantung dan pernapasan sering kali tidak teratur.
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial. Hal tersebutberarti tidur REM ini sifatnya nyenyak sekali, namun fisiknya yaitu gerakan dua bola matanya bersifat sangat aktif. Tidur REM ditandai dengan mimpi, otot-otot kendor, tekanan darah bertambah, gerakan mata cepat (mata cenderung bergerak bolak-balik), sekresi lambung meningkat, ereksi penis pada laki-laki, gerakan otot tidak teratur, kecepatan jantung dan pernafasan tidak teratur sering lebih cepat, suhu dan metabolism meningkat.
Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan menunjukan gejala-gejala sebagai berikut:
a)      Cenderung hiperaktif.
b)      Kurang dapat mengendalikan diri dan emosi (labil).
c)      Nafsu makan bertambah.
d)     Bingung dan curiga.
b.      Tidur NREM
Tidur NREM disebut juga sebagai tidur gelombang-pendek karena gelombang otak yang ditunjukkan oleh orang yang tidur lebih pendek daripada gelombang alfa dan beta yang ditunjukkan orang yang sadar. Pada tidur NREM terjadi penurunan sejumlah fungsi fisiologi tubuh. Di samping itu,semua proses metabolik termasuk tanda-tanda vital, metabolisme, dan kerja otot melambat.
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM gelombang otak lebih lamban dibandingkan pada orang yang sadar atau tudak tidur. Tanda-tanda tidur NREM antara lain mimpi berkurang, keadaan istirahat, tekanan darah turun, kecepatan pernafasan turun, metabolism turyn dan gerakan bola mata melambat.
Tidur NREM memiliki empat tahap yang masing–masing tahap ditandai dengan pola perubahan aktivitas gelombang otak. Tahap I-II disebut sebagai tidur ringan (light sleep) dan tahap III-IV disebut sebagai tidur dalam (deep sleep atau delta sleep).
a)      Tahap I
Merupakan tahap transisi dimana seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Pada tahap ini ditandai dengan seseorang merasa kabur dan rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutup mata, kedua bola mata bergerak ke kiri dan kanan, kecepatan jantung dan pernafasan menurun secara jelas, pada EEG terlihat terjadi penurunan voltasi gelombang-gelombang alfa. Seseorang yang tidur pada tahap ini dapat dibangunkan dengan mudah.
b)      Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Ditandai dengan kedua bola mata berhenti bergerak, suhu tubuh menurun, tonus otot perlahan-lahan menurun serta proses jantung dan pernafasan menurun secara jelas. Pada EEG timbul gelombang beta dengan frekuensi 14-18 siklus/detik. Gelombang-gelombang ini disebut gelombang tidur. Tahap ini berlangsung 10-15 menit.
c)      Tahap III
Pada tahap ini keadaan fisik lemah lunglai karena tonus otot lenyap secara menyeluruh. Kecepatan jantung, pernafasan dan proses tubuh berlanjut mengalami penurunanakibat dominasi system saraf parasimpatis. Pada EEG memperlihatkan gelombang beta menjadi 1-2 siklus/detik. Seseorang yang tidur pada tahap ini sulit dibangunkan.
d)     Tahap IV
Merupakan tahap tidur dimana seseorang berada dalam keadaan rileks, jarang bergerak karena keadaan fisik yang sudah lemah lunglai dan sulit dibangunkan. Pada EEG, tampak hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekuensi 1-2siklus/detik. Denyut jantung dan pernafasan menurun hingga 20-30%. Pada tahap ini dapat terjadi mimpi. Selain itu tahap ini dapat memulihkan keadaan tubuh.
Selain keekmpat tahap tersebut, sebenarnya ada satu tahap lagi yaiti tahap V. Merupakan  tidur REM dimana setelah tahap IV seseorang masuk ke tahap V. hal tersebut ditandai dengan kembali bergeraknya bola matayang kecepatannya lebih tinggi disbanding tahap sebelumnya. Berlangsung selama 10 menit dan dapat terjadi mimpi.
e)      Siklus tidur
Selama tidur , individu melewati tahap tidur NREM dan REM. Siklus tidur yang komplet normalnya berlangsung selama 1,5 jam, dan setiap orang biasanya melalui emapt hingga lima siklus selama 7-8 jam tidur. Siklus tersebut dimulai dari tahap NREM yang berlanjut ke tahap REM. Tahap NREM I-III berlangsung selama 30 menit, kemudian diteruskan ke tahap IV selama ± 20 menit. Setelah itu, individu kembali melalui tahap III dan II selama 20 menit. Tahap I REM muncul sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit.
Selama tidur malam sekitar 7-8jam, seseorang mengalami REM dan NREM bergantian sekitar 4-6kali.
Pre-sleep

Tahap I              Tahap II               Tahap III              Tahap IV
Tudur REM

   Tahap II                                           Tahap III
Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan menunjukan gejala-gejala sebagai berikut:
·         Menarik diri, apatis dan respon menurun.
·         Merasa tidak enak badan.
·         Ekspresi wajah kuyu.
·         Malas bicara.
·         Kantuk yang berlebihan.
Sedangkan apabila mengalami kehilangan tidur REM dan NREM maka akan menunjukan gejala-gejala sebagai berikut:
·         Kemampuan memberikan keputusan atau pertimbangan menurun.
·         Tidak konsentrasi.
·         Terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing.
·         Sulit beraktivitas.
·         Daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi dan ilusi penglihatan atau pendengaran.
E.     Pola Tidur Berdasarkan Tingkat Perkembangan/Usia
Usia merupakan salah satu faktor penentu lamanya tidur yang dibutuhkan seseorang. Semakin tua usia, maka semakin sedikit pula lama tidur yang dibutuhkan.
Tingkat Perkembangan/Usia
Pola Tidur Normal
Bayi baru lahir
(0-1 bulan)
Tidur 14-18 jam sehari, pernafasan teratu, gerak tubuh sedikit, 50% tidur NREM, banyak waktu tidurnya dilewatkan pada tahap III dan IV tidur NREM. Setiap siklus sekitar 45-60 menit.
Bayi
(1-18 bulan)      
Tidur 12-14 jam sehari, 20-30% tidur REM, tidur lebih lama pada malam hari dan punya pola terbangun sebentar.
Toddler
(18 bulan-3 tahun)
Tidur sekitar 10-12 jam sehari, 25% tidur REM, banyak tidur pada malam hari, terbangun dini hari berkurang, siklus bangun tidur normal sudah menetap pada umur 2-3 tahun.
Pra sekolah
(3-6 tahun)
Tidur sekitar 11 jam sehari, 20% tidur REM, periode terbangun kedua hilang pada umur 3 tahun. Pada umur 5 tahun, tidur siang sering tidak ada kecuali kebiasaan tidur sore hari.
Usia sekolah
(6-12 tahun)
Tidur sekitar 10 jam sehari, 18,5% tidur REM. Sisa waktu tidur relatif konstan.
Remaja
(12 -18 tahun)
Tidur sekitar 8,5 jam sehari dan 20% tidur REM.
Dewasa muda
(18-40 tahun)
Tidur sekitar 7-9 jam sehari, 20-25% tidur REM, 5-10% tidur tahap I, 50% tidur tahap II dan 10-20% tidur tahap II dan IV.
Dewasa pertengahan
(40-60 tahun)
Tidur sekitar 7 jam sehari dan 20% tidur REM, mungkin mengalami insomnia dan sulit untuk dapat tidur.
Dewasa tua
(60 tahun lebih)
Tidur sekitar 6 jam sehari 20-25% tidur REM, tidur tahap IV nyata berkurang kadang-kadang tidak ada. Mungkin mengalami insomnia dan sering terbangun sewaktu tidur malam hari.


F.     Faktor yang Mempengaruhi Kuantitas dan Kualitas Tidur
Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda-beda. Ada yang kebutuhannya terpenuhi dengan baik. Adapula yang mengalami gangguan. Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur, diantaranya:
a.       Penyakit. Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distress fisik yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Pada orang yang sakit dan rasa nyeri, kebutuhan tidurnya tidak dapat terpenuhi dengan baik sehingga ia tidak dapat tidur dengan nyenyak. Individu yang sakit membutuhkan waktu tidur yang lebih banyak dari pada biasanya.di samping itu, siklus bangun-tidur selama sakit juga dapat mengalami gangguan.
b.      Lingkungan. Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing dapat menghambat upaya tidur. Sebagai contoh, temperatur yang tidak nyaman atau ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidur seseorang. Akan tetapi, seiring waktu individu bisa beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh dengan kondisi trsebut.
c.       Kelelahan. Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan tingkat menengah orang dapat tidur dengan nyenyak. Sedangkan pada klelahan yang berlebihan akan menyebabkan periode tidur REM lebih pendek. Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Semakin lelah seseorang,semakin pendek siklus tidur REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan kembali memanjang.
d.      Gaya hidup. Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat.
e.       Stress emosional. Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang. Kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar norepinfrin darah melalui stimulasi sistem saraf simapatis. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur.
f.       Stimulant dan alkohol. Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat merangsang SSP sehingga dapat mengganggu pola tidur. Sedangkan konsumsi alcohol yang berlebihan dapat mengganggu siklus tidur REM. Ketika pengaruh alcohol telah hilang, individu sering kali mengalami mimpi buruk.
g.      Diet. Makanan yang banyak mengandung L-Triftopan seperti keju, susu, daging, dapat menyebabkan seseorang mudah tidur. Sebaliknya minuman yang mengandung kafein dan alkohol akan mengganggu tidur.  Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu tidur dan seringnya terjaga di malam hari. Sebaliknya, penambahan berat badan dikaitkan dengan peningkatan total tidur dan sedikitnya periode terjaga di malam hari.
h.      Merokok. Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi pada tubuh. Akibatnya, perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah terbangun di malam hari.
i.        Medikasi. Obat-obatan yang dikonsumsi seseorang ada yang berefek menyebabkan tidur, ada pula sebaliknya mengganggu tidur. Misalnya obat golongan amfetamin akan menurunkan tidur REM. Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. hipnotik dapat mengganggu tahap III dan IV tidur NREM, metabloker dapat menyebabkan insomnia dan mimpi buruk, sedangkan narkotik (mis; meperidin hidroklorida dan morfin) diketahui dapat menekan tidur REM dan menyebabkan seringnya terjaga di malam hari.
j.        Motivasi. Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan lelah seseorang. sebaliknya, perasaan bosan atau tidak adanya motivasi untuk terjaga sering kali dapat mendatangkan kantuk.

G.    Gangguan Tidur
a.       Insomnia
Pengertian insomnia mencakup banyak hal insomnia dapat berupa kesulitan untuk tidur atau untuk tetap tertidur. Bahkan seorang yang terbangun dari tidur, tetapi merasa belum cukup tidur dapat dikatakan mengalami insomnia (Japardi 2002). Dengan demikian, insomnia merupakan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik secara kuantitas maupun kualitas. Kenyataanya, insomnia bukan berarti sama sekali seseorang tidak dapat tidur atau kurang tidur karena orang yang menderita sering dapat tidur lebih lama dari yang mereka perkirakan, tapi kualitasnya kurang. Ada tiga jenis insomnia:
a)      Insomnia inisial. Kesulitan untuk memulai tidur.
b)      Insomnia intermiten. Kesulitan untuk tetap tertidur karena seringnya terjaga.
c)      Insomnia terminal. Bangun terlalu dini dan sulit untuk tidur kembali.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan insomnia diantaranya nyeri, kecemasan, ketakutan, tekanan jiwa dan kondisi yang tidak menunjang untuk tidur. Perawat dapat membantu klien mengatasi insomnia melalui pendidikan kesehatan, menciptakan lingkungan yang nyaman, mklien relaksasi dan tindakan lainnya.
Ada beberapa tindakan dan upaya untuk mengatasi insomnia:
a)      Makan makanan protein tinggi sebelum tidur seperti keju atau susu. Diperkirakan triptofan, yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna dapat mempermudah tidur.
b)      Usahakan agar selalu beranjak tidur pada waktu yang sama.
c)      Hindari tidur siang atau sore.
d)     Berusaha untuk tidur hanya apabila merasa benar-benar kantuk dan tidak pada kesadaran penuh.
e)      Hindari kegiatan yang membangkitkan minat sebelum tidur.
f)       Lakukan latihan-latihan gerak badan setiap hari, tapi tidak pada saat menjelang tidur.
g)      Gunakan teknik-teknik pelepasan otot-otot serta meditasi sebelum tidur.
b.      Somnambulisme
Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat kompleks mencakup adanya otomatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuka dan menutup pintu, duduk di tempat tidur,  menabrak kursi, berjalan kaki dan berbicara. Termasuk tingkah laku berjalan dalam beberapa menit dan kembali tidur (Japardi 2002). Somnambulisme ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dibandingkan orang dewasa. Seseorang yang mengalami somnambulisme beresiko terjadi cedera.
Upaya untuk mengantisipasi somnambulisme yaitu dengan membingbing anak. Tindakan ini untuk mengantisipasi risiko cedera. Ketika anak dalam kondisi somnambulisme, harus dibimbing untuk kembali ke tempat tidur dan buat lingkungan yang aman dan nyaman serta dapat juga menggunakan obat-obatan seperti Diazepam dan Valium.
c.       Enuresis
Enuresis adalah kencing yang tidak disengaja (mengompol). Terjadi pada anak-anak dan remaja, paling banyak terjadi pada laki-laki. Penyebab secara pasti belum jelas, tetapi faktor yang dapat menyebabkan enuresis seperti gangguan pada bladder, stress dan toilet training yang kaku. Upaya untuk mencegahnya diantaranya hindari stress, hindari minum yang banyak sebelum tidur dan kosongkan kandung kemih (berkemih) sebelum tidur.
d.      Narkolepsi
Narkolepsi merupakan suatu kondisi yang dicirikan oleh keinginan yang tak terkendali untuk tidur. Dapat dikatakan pula sebagai serangan mengantuk yang mendadak, sehingga ia dapat tertidur pada setiap saat dimana serangan tidur (kantuk) datang.
Penyebab secara pasti belum jelas, tetapi diduga terjadi akibat kerusakan genetika system saraf pusat dimana periode REM tidak dapat dikendalikan. Serangan narkolepsi dapat berbahaya apabila terjadi saat mengendarai kendaraan, pekerja yang bekerja pada alat yang berputar-putar atau berada di tepi jurang.
Obat-obat agripnotik dapat digunakan untuk mengendalikan narkolepsi yaitu sejenis obat yang dapat membuat orang tidak dapat tidur. Obat tertsebut diantaranya jenis amfetamin.
e.       Night terrors
Night terrors adalah mimpi buruk. Umumnya terjadi pada anak-anak usia 6 tahun atau lebih. Setelah tidur beberapa jam, anak tersebut terjaga dan berteriak, pucat dan ketakutan.
f.       Mendengkur
Mendengkur disebabkan adanya rintangan terhadap pengaliran udara di hidung dan mulut. Amandel yang bengkak dan adenoid dapat menjadi faktor penyebab. Pankal lidah yang menyumbat saluran nafas pada lansia. Otot-otot di bagian belakang mulut mengendur lalu bergetar jika dilewati udara pernafasan.


g.      Parasomnia
Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul saat seseorang tidur. Gangguan ini umum terjadi pada anak-anak. Beberapa turunan parasomnia antara lain sering terjaga (mis; tidur berjalan, night terror), gangguan transisi bangun-tidur (mis; mengigau), parasomnia yang terkait dengan tidur REM (mis; mimpi buruk),dan lainnya (mis; bruksisme).
h.      Hipersomnia
Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berkelebihan terutama pada siang hari. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kondisi tertentu, seperti kerusakan system saraf, gangguan pada hati atau ginjal, atau karena gangguan metabolisme (mis; hipertiroidisme). Pada kondisi tertentu, hipersomnia dapat digunakan sebagai mekanisme koping untuk menghindari tanggung jawab pada siang hari.
i.        Apnea saat tidur
Apnea saat tidur atau sleep abnea adalah kondisi terhentinya nafas secara periodik pada saat tidur. Kondisi ini diduga terjadi pada orang yang mengorok dengan keras, sering terjaga di malam hari, insomnia, mengantuk berlebihan pada siang hari, sakit kepala disiang hari, iritabilitas, atau mengalami perubahan psikologis seperti hipertensi atau aritmia jantung.
H.    Asuhan Keperawatan Klien dengan Masalah Tidur
a.       Pengkajian
Pengkajian tentang pola tidur klien meliputi riwayat tidur, catatan tidur, pemeriksaan fisik, dan tinjauan pemeriksaan diagnostik.


b.      Riwayat tidur
Pengkajian riwayat tidur secara umum dilakukan segera setelah klien memasuki faislitas perawatan. Ini memungkinkan perawat menggabungkan kebutuhan klien dan hal-hal yang ia sukai ke dalam rencana perawatan. Riwayat tidur ini meliputi:
a)      Pola tidur yang biasa.
b)      Ritual sebelum tidur.
c)      Penggunaan obat tidur atau obat-obatan lainnya.
d)     Lingkungan tidur.
e)      Perubahan terkini pada pola tidur.
Selain itu, riwayat ini juga harus mencakup berbagai masalah yang ditemui pada pola tidur, penyebabnya, kapan pertama kali masalah tersebut muncul, frekuensinya, pengaruh terahdap keseharian klien,dan bagaimana klien berkoping dengan masalah tersebut.
c.       Catatan tidur
Catatan tidur sangatlah bermanfaat khusus untuk klien yang memiliki masalah tidur sebab catatan ini berisi berbagai informasi penting terkait pola tidur klien. Catatan tidur dapat mencakup keseluruhan atau sebagian dari informasi berikut:
a)      Jumlah jam tidur total per hari.
b)      Aktivitas yang dilakukan 2-3 jam sebelum tidur (jenis, durasi, dan waktu).
c)      Ritual sebelum tidur (mis; minum air, obat tidur).
d)     Waktu (a) pergi tidur, (b) mencoba tidur, (c) tertidur, (d) terjaga di malam hari dan durasinya, serta (e) bangun tidur di pagi hari.
e)      Adanya masalah yang klien yakini dapat memengaruhi tidurnya.
f)       Faktor yang klien yakini member pengaruh positif atau negatif pada tidurnya.
Kemudian, perawat dapat mengembangkan data tersebut menjadi bagan atau grafik yang berguna untuk mengidentifikasi masalah tidur yang klien alami.
d.      Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi observasi penampilan, perilaku, dan tingkat energi klien. Penampilan yang menandakan klien mengalami masalah tidur antara lain adanya lingkaran hitam di sekitar mata, konjungtiva kemerahan, kelopak mata bengkak dan lainnya. Sedangkan indikasi perilaku dapat meliputi iritabilitas, gelisah, tidak perhatian, bicara lambat, menguap dan lain-lain. Di samping itu, klien yang mengalami masalah tidur juga dapat terlihat lemah, letargi, atau lelah akibat kekurangan energi.
e.       Pemeriksaan diagnostik
Tidur dapat diukur secaran objektif dengan menggunakan alat yang disebut polisomnografi. Alat ini dapat merekam elektroensefalogram (EEG), elektromiogram (EMG), dan elektro-okulogram (EOG) sekaligus. Dengan alat ini kita dapat mengkaji aktivitas klien selama tidur. Aktivitas yang klien lakukan tanpa sadar tersebut bisa jadi merupakan penyebab seringnya klien terjaga di malam hari.
f.       Penetapan diagnosis
Menurut NANDA (2003), diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan untuk klien dengan masalah tidur adalah gangguan pola tidur.eitologi untuk label diagnosis ini dapat bervariasi dan spesifik untuk masing-masing individu.hal ini meliputi ketidaknyamanan fisik atau nyeri, ansietas, perubahan waktu tidur yang sering, serta perubahan lingkungan tidur atau ritual sebelum tidur.
Selain sebagai label diagnosis, gangguan pola tidur juga bisa menjadi etiologi untuk diagnosis yang lain, seperti Risiko Cedera, kelelahan, Ketidakefektifan Koping, Asietas, Intoleransi Aktivitas dan lain-lain.
g.      Perencanaan dan implementasi
Tujuan utama asuhan keperawatan untuk klien dengan gangguan tidur adalah untuk mempertahankan (atau membentuk) pola tidur yang memberikan energi yang cukup untuk menjalani aktivitas sehari-hari. Sedangkan tujuan lainnya dapat terkait dengan upaya miningkatkan perasaan sejahtera klien atau meningkatkan kualitas tidurnya.
a)      Gangguan pola tidur.
Yang berhubungan dengan:
·         Sering terjaga di malam hari, sekunder akibat (gangguan transport oksigen, gangguan eliminasi, gangguan metabolisme).
·         Tidur berlebihan di siang hari, sekunder akibat medikasi (mis; sedatif, hipnotik, antidepresan, amfetamin, barbiturate, dll).
·         Depresi.
·         Nyeri.
·         Aktivitas siang hari yang tidak adekuat.
·         Perubahan lingkungan.
·         Perubahan ritme sirkadian
·         Takut.
b)      Kriteri hasil
Individu akan melaporkan keseimbangan yang optimal antara istirahat dan aktivitas.
c)      Indikator
·         Menjelaskan faktor yang mencegah atau menghambat tidur.
·         Mengidentifikasi teknik untuk memudahkan tidur.
d)     Intervensi umum
·         Identifikasi faktor yang menyebabkan gangguan tidur (nyeri, takut, stress, ansietas, imobilitas, sering berkemih, lingkungan yang asing, temperature, aktivitas yang tidak adekuat).
·         Kurangi atau hilangkan distraksi lingkungandan gangguan tidur.
Bising
*        Tutup pintu kamar.
*        Cabut kabel telepon.
*        Nyalakan “bunyi-bunyi yang lembut” (mis; kipas angin, music yang tenang, suara hujan, angin).
*        Pasang lampu tidur.
*        Turunkan volume alarm dan TV.
Gangguan
*        Hindari prosedur yang tidak perlu selama periode tidur.
*        Batasi pengunjung selama periode istirahat yang optimal (mis; setelah makan).
*        Apabila berkemih malam hari dapat mengganggu tidur, minta klien untuk membatasi asupan cairan pada malam hari dan berkemih sebelum tidur.
·         Tingkatkan aktivitas di siang hari, sesuai indikasi.
*        Buat jadwal program aktivitas untuk siang hari bersama klien (jalan kaki, terapi fisik).
*        Jangan tidur siang lebih dari 90 menit
*        Anjurkan klien untuk olah raga pagi hari
*        Anjurkan orang lain untuk berkomunikasi dengan klien rangsang ia untuk tetap terjaga.
·         Bantu upaya tidur
*        Kaji rutinitas tidur yang biasa dilakukan klien, keluarga atau orang tua-jam, praktik hygiene, ritual (membaca, bermain)-dan patuhi semaksimal mungkin
*        Anjurkan atau berikan perawatan pada petang hari (mis; hygiene personal, linen dan baju tidur yang bersih).
*        Gunakan alat bantu tidur (mis; air hangat untuk mandi, bahan bacaan, pijatan di punggung,susu, music yang lembut, dll).
*        Pastikan klien tidur tnpa gangguan selama sedikitnya 4 atau 5 periode, masing-masing 90 menit, setiap 24 jam.
*        Catat lamanya tidur tanpa gangguan untuk setiap sif.
·         Ajarkan rutinitas tidur di rumah (Miller, 1999):
*        Pertahankan jadwal harian yang konsisten untuk bangun, tidur, dan istirahat (hari biasa, akhir pekan).
*        Bangunlah di waktu yang biasa, bahkan jika tidur anda tidak nyenyak, hindari berada di tempat tidur setelah terjaga.
*        Gunakan tempat tidur hanya untuk aktivitas yang terkait dengan tidur.
*        Apabila anda terjaga dan tidak dapat tidur kembali, beranjaklah dari tempat tidur dan membacalah di ruangan lain selama 30 menit.
*        Hindari makanan dan minuman yang mengandung kafein (coklat, the, kopi) saat siang dan petang hari.
*        Hindari minuman yang beralkohol.
*        Upayakan mengonsumsi kudapan yang kaya L-triptofan (mis; susu, kacang) menjelang tidur.
·         Jelaskan pentingnya olah raga secara teratur (jalan kaki,lari, senam aerobic dan latihan) fisik selama sedikitnya satu setengah jam tiga kali seminggu (jika tidak dikoordinasikan) untuk menurunkan stress dan memudahkan tidur.
·         Jelaskan bahwa obat-obat hipnotik tidak boleh digunakan untuk waktu yang lama karena berisiko menyebabkan toleransi dan mengganggu fungsi pada siang hari.
·         Jelaskan pada klien dan orang terdekat klien mengenai penyebab gangguan tidur/istirahat berikut cara-cara yang mungkin dilakukan untuk menghindari atau meminimalkan penyebab tersebut.
e)      Rasional
·         Tidur akan sulit dilakukan tanpa relaksasi. Lingkungan rumah sakit yang asing dapat menghambat relaksasi.
·         Agar merasa segar, individu biasanya harus menyelesaikan keseluruhan siklus tidur (70-100 menit) sebanyak 4 atau 5 kali semalam (Cohen & Meritt, 1992; Thelan et al, 1998).
·         Keefektifan obat-obatan sdatif dan hipnotik mulai berkurang setelah satu minggu penggunaan. Kondisi ini menuntut pemberian dosis  yang tinggi dan berisiko menyebabkan ketergantungan.
·         Ritual/kebiasaan tidur yang biasa dilakukan dapat meningkatkan relaksasi dan membantu tidur (Cohen & Meritt, 1992).
·         Susu hangat yang mengandung L-triptofan  merupakan penginduksi tidur (hammer, 1991).
·         Kafein dan nikotin adalah stimulan SSP yang dapat memperpanjang masa laten dan meningkatkan frekuensi terjaga di malam hari (Miller, 1999).
·         Alkohol dapat menginduksi kantuk, tetapi menekan tidur REM dan meningkatkan frekuensi terjaga (Miller, 1999).
·         Tidur saat dini hari menghasilkan lebih banyak tidur REM dibandingkan tidur pada siang hari. Tidur siang lebih dari 90 menit  mengurangi stimulus untuk siklus  tidur yang lebih panjang, yang di dalamnya terdapat tidur REM (Thelan et al, 1998).
·         Para peneliti menyebutkan, penghalang utama  tidur pada klien yang menjalani perawatan kritis adalah aktivitas, kebisingan, nyeri, kondisi fisik, prosedur keperawatan, cahaya, dan hipotermia.
·         Kebisingan lingkungan yang tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dapt ditutupi dengan “bunyi-bunyi yang lembut” (mis; kipas angin, music yang lembut, suara rekaman {hujan, ombak pantai}) (Miller, 1999).
·         Pola tidur yang tidak teratur dapat mengganggu irama sirkardian normal; kemungkinan menyebabkan sulit tidur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar